Menjaga Daya Beli Masyarakat

by

Lebaran kali ini bagi para pedagang makanan dan minuman atau kosmetik, sepertinya kurang berkesan. Penjualan ritel di periode Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriyah tidak sebaik tahun sebelumnya.

Wartapilihan.com, Jakarta —Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, penjualan ritel domestik untuk seluruh format selama periode Lebaran kali ini cuma naik 5%-6% dibandingkan bulan biasa. Padahal kenaikan di tahun lalu bisa mencapai 16,3%.

Hasil ini membuat kontribusi pendapatan dari periode Lebaran cuma 20% sampai 30% saja dari total omzet ritel domestik. Ini jelas turun cukup dalam lantaran tahun lalu sanggup memberi kontribusi hingga 40% dari total pendapatan ritel nasional.

Penurunan kinerja sektor ritel memang sudah terlihat sebelumnya. Dari pertumbuhan 4,1%–4,2% pada April 2017 menjadi 3,5% –3,6% pada Mei 2017. Namun, tak hanya ritel yang kurang bagus kinerjanya tahun ini, sektor lain juga mengalami hal yang sama.

Industri sepeda motor yang pada Mei 2017 turun -5% dibandingkan tahun lalu. Sementara pasar domestik industri tekstil juga menurun. Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) mengaku penjualan tekstil dalam negeri mengalami penurunan hingga 30 persen.

Penurunan penjualan ini diyakini karena daya beli masyarakat mulai menurun. Daya beli masyarakat yang lemah berimplikasi langsung pada masih lesunya sektor usaha yang pada akhirnya juga menghambat permintaan kredit. Bank Indonesia (BI) mencatat, pertumbuhan kredit perbankan pada Mei 2017 melambat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Dalam catatan BI, pertumbuhan kredit investasi melambat dari 8% pada April 2017 menjadi 7,9%. Pertumbuhan kredit modal kerja melambat, terutama disebabkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing tumbuh melambat dari 29,2% dan 9,8% menjadi 28,9% dan 6,6%

Pelemahan daya beli ini, perlu disikapi dengan hati-hati oleh pemerintah. Karena dampaknya signifikan kepada perekonomian nasional. Meski ada anggapan melemahnya daya beli masyarakat karena masyarakat sudah lebih cerdas dan lebih bijak dalam mengelola keuangannya, namun belum diimbangi dengan kebiasaan dalam berinvestasi atau membelanjakan ke hal-hal yang produktif.

Karenanya, daya beli masyarakat yang menurun, lebih menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih menahan belanjanya untuk kebutuhan yang lebih primer. Dampaknya tentu saja sektor produksi yang menawarkan kebutuhan sekunder dan tersier bisa terpukul.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, penurunan daya beli sejatinya merupakan imbas dari lesunya perdagangan Indonesia sejak 2012 lalu. Kinerja ekspor impor memang selalu mencatatkan capaian negatif. Hal ini juga tidak lepas dari anjloknya sejumlah harga komoditas pertambangan, perkebunan, sampai migas.

Pemerintah yakin fenomena ini segera pulih, terutama untuk kuartal kedua dan ketiga tahun ini. Pemulihan daya beli ini berkaitan dengan membaiknya kinerja perdagangan alias ekspor impor Indonesia yang terus mencatatkan capaian positif sejak akhir 2016.

Mesi optimis, persoalan melemahnya daya beli memang perlu perhatian khusus. Karena ini terkait dengan pertumbuhan perekonomian. Sehingga pemerintah perlu fokus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang paling rentan.

Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, perlu peningkatan bagi belanja sosial sehingga daya beli, terutama untuk 25% bahkan 40% masyarakat terbawah, tetap terjaga. Pemerintah juga perlu meningkatkan kepercayaan konsumen, terutama dalam hal upah.

Pengeluaran pemerintah yang bisa menjadi salah satu pendorong peningkatan pendapatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia. Selain juga perlunya reformasi kebijakan untuk memperbaiki minat investasi.

Sektor industri khususnya yang berorientasi ekspor juga harus tetap didorong agar kinerjanya lebih baik, Kalau sektor ini trennya membaik maka dampak ke daya beli bisa naik.

Sementara daya beli di sektor produktif seperti pertanian dan perikanan juga harus dijaga. Jangan sampai harga pembelian pangan di level petani terlalu murah, sehingga merugikan petani.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *