E-Money Diwajibkan untuk Bayar Tol, Adilkah?

by
https://cdn.tmpo.co

Mulai 31 Oktober 2017 mendatang, Bank Indonesia (BI) mengumumkan, seluruh pembayaran tol wajib menggunakan uang elektronik. Adilkah bagi seluruh lapisan masyarakat?

Wartapilihan.com, Jakarta –Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Ir. H. A. Junaidi Auly menilai, biaya elektronik terkesan tidak adil dan merugikan masyarakat. Pasalnya, rencana BI bebaskan perbankan tarik biaya tambahan top up dapat menuai protes.

“Kebijakan ini kontraproduktif dengan gerakan nasional non tunai yang sudah dicanangkan, seharusnya insentif yang diberikan bukan disinsentif,” Ujar Junaidi, Senin (20/9/2017), di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta.

Di Indonesia, terdapat dua jenis produk uang elektronik yaitu Chips Based yang berjumlah delapan layanan dan Server Based sembilan layanan. Padahal menurut Politisi PKS ini, perbankan sudah diuntungkan dengan sistem non tunai tersebut, apalagi ketika uang elektronik diwajibkan seluruh jalan tol. “Peningkatan layanan seharusnya tidak menunggu ada pengenaan biaya. Sebaliknya, pemberian insentif seperti diskon saat masyarakat melakukan top up akan mendorong masyarakat beralih kepada uang elektronik. Selain itu, fokus yang perlu dibenahi perbankan yaitu terkait kualitas fisik uang elektronik sampai dengan adanya layanan uang eletronik di daerah-daerah,” ujar Anggota DPR RI asal Lampung ini.

Menurut dia, Bank Indonesia harus mendengar semua pihak termasuk suara masyarakat. Supaya kebijakan dibuat tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Jikapun ada beban yang harus ditanggung, jangan semua beban ditimpakan kepada masyarakat.

Sementara itu, Yusuf Wibisono sebagai pakar ekonomi mengatakan, top up yang ditarik biaya tidak ada masalah jika tidak diwajibkan. Namun, ketika fasilitas publik diwajibkan gunakan uang nontunai, maka hal itu dapat dikatakan sebagai bentuk eksploitasi terhadap masyarakat. “Selama penggunaan e-money tidak diwajibkan, tidak masalah jika top up ditarik biaya,” ungkap Yusuf, kepada Warta Pilihan, Kamis, (21/9/2017).

“Saat ini, ketika berbagai fasilitas publik mewajibkan pembayaran nontunai dengan e-money, seperti busway, KRL dan jalan tol, tentu merupakan sebuah bentuk eksploitasi dan perburuan rente yang masih jika top up dikenakan biaya,” tandas Yusuf.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *