Emosi versus Logika

by
foto:https://1.bp.blogspot.com

“Saya emosi sama dia!” Itulah yang sering dikatakan ketika seseorang sedang marah; emosi dianggap sesuatu yang negatif. Sedangkan logika seolah sering dielu-elukan karena dianggap lebih layak dijadikan acuan dalam bertindak.*

Wartapilihan.com, Jakarta –Emosi ialah suatu perasaan yang dapat selalu berubah; bahagia, haru, sedih dan gembira. Sedangkan logika, pada dasarnya dianggap sebagai kaidah berpikir yang masuk akal.

Padahal, menyeimbangkan antara keduanya adalah hal yang sangat penting. Pasalnya, manusia diciptakan dengan dua sisi otak, yaitu otak kanan dan otak kiri. Hal ini disampaikan oleh Hanny Muchtar Darta, pakar parenting, di Jalan Boulevard, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Kamis, (23/11/2017).

“Emosi tidak selalu berlawanan dengan logika, logika (justru) adalah bagian dari emosi,” kata Hanny.

Ia menuturkan, dewasa ini kurikulum di sekolah lebih menekankan pada aspek logika atau kognitif, padahal kecerdasan emosi, menurut Hanny sangat penting.

“Kecerdasan emosi belum ada kurikulumnya. Padahal ketika mengajarkan anak, emosi jadi energi untuk mengambil tindakan,” lanjut dia.

Ia menambahkan, aspek emosi sangat berkaitan dengan kondisi tubuh. “Jika kita marah, tubuh terasa panas. Jika kita bahagia, tubuh terasa rileks dan hangat, sedangkan ketika merasa takut, dada berdebar-debar dan tangan kita dingin,” imbuh Hanny.

Antara kecerdasan emosi dan kecerdasan logika, menurut Hanny, dua-duanya sangat penting untuk diseimbangkan. Bahkan, kecerdasan emosi adalah yang lebih utama, setelahnya kecerdasan logika.

“Sejak bayi baru lahir, bayi tersebut menangis. Hal ini menandakan bahwa emosi adalah awal kehidupan manusia,” tandas dia.

Ia menjabarkan, ada tiga tahap kecerdasan emosi, yaitu (1) mengetahui diri-sendiri, (2) memilih apa yang baik bagi diri, dan (3) menjadi orang pemberi. Sedangkan kecerdasan logika sudah sering diajarkan di sekolah sejak kanak-kanak, mulai dari abjad, warna, hingga bentuk.

“Emosi dan logika jika digabungkan akan lebih powerfull,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *