Fadli Zon: Pemerintah Inkonsisten Tangani Freeport

by
Fadli Zon. Foto: Pikiran Rakyat

Wartapilihan.com, Jakarta – Bertempat di Gedung Nusantara II, Kamis (9/3), Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon membuka Seminar yang diadakan oleh Badan Keahlian DPR RI. Seminar yang bertajuk “Freeport: Quo Vadis?” itu membahas kekisruhan yang terjadi antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah Republik Indonesia. Hadir sebagai pembicara adalah Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Dr. Chandra Yusuf, dan Dr. Ahmad Redi.

Fadli menilai, sikap inkonsisten pemerintah bisa membuat investor berpikir bahwa semua peraturan yang di buat pada dasarnya bisa dipermainkan. “Pada akhirnya itu bisa membawa kesulitan sendiri bagi pemerintah ketika mereka benar-benar hendak menegakkan aturan, seperti dalam kasus Freeport ini,” imbuhnya.

“Untuk mendukung fungsi legislasi dan pengawasan DPR, maka, melalui Badan Keahlian kemudian diselenggarakan seminar ini. Harapannya DPR bisa mendapatkan input dalam rangka menemukan solusi atas permasalahan terkait PT Freeport Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, masalah Freeport hingga kini masih buntu. Paling tidak, ada dua persoalan yang belum memiliki titik temu. Pertama, terkait kewajiban Freeport untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Kedua, terkait ketentuan divestasi saham hingga 51 persen yang harus dilakukan Freeport.

“Tentu kita menghormati sikap pemerintah yang mencoba berpegang pada UU No. 4/2009 tentang Minerba dalam bernegosiasi dengan Freeport. Kita memang harus menempatkan kepentingan nasional di tempat pertama. Namun, pemerintah juga harus konsisten, jangan sampai mereka menyusun peraturan pelaksana, seperti misalnya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri, yang tidak konsisten dengan undang-undang,” tambah politisi Gerindra ini.

Baginya, di luar soal penegakkan hukum, kasus Freeport ini sebaiknya tidak hanya dilihat dari sudut pandang tunggal, yaitu hukum atau ekonomi saja. Tetapi juga harus menempatkan persoalan ini dalam konteks geopolitik. “Jangan sampai kita salah perhitungan nantinya,” tukasnya.

Fadli menegaskan, seharusnya Freeport menyadari jika Indonesia kini telah menjadi negara demokrasi, tak lagi sama dengan dulu, saat mereka meneken kontrak pada 1967, atau saat mereka memperpanjang kontrak pada 1991.

“Sistem hukum dan pemerintahan kita telah berubah. Jika mereka tetap ingin serius berinvestasi di Indonesia, mereka tentunya harus mengikuti dan menghormati perubahan yang terjadi, termasuk tunduk kepada hukum yang berlaku saat ini,” katanya.

“Yang jelas semua pihak terkait harus berusaha untuk menjaga agar kasus Freeport ini tetap berada di wilayah sengketa bisnis, tidak sampai melebar ke persoalan-persoalan lain yang bisa merugikan kepentingan Indonesia,” pungkas Fadli.

Reporter: Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *