Kisah Perempuan Rohingya yang Diperdagangkan

by
Seorang gadis Rohingya di bawah umur yang lari dari suaminya dengan membawa adiknya ke pinggiran Kuala Lumpur, Malaysia, 9 Februari 2017. Foto: REUTERS / Lai Seng Sin

Wartapilihan.com, Kuala Lumpur – Sejak 2012, kekerasan dan bentrokan komunal mengakibatkan ratusan warga Rohingya tewas. Sementara puluhan ribu mengungsi dan mencari perlindungan ke negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Indonesia dan Bangladesh.

Dalam laporan penyelidikan PBB yang dirilis awal bulan ini, pasukan keamanan dan polisi melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa di Rakhine Utara.

Berikut dikisahkan seorang gadis yang dijual untuk kemudian harus menikah meskipun usianya masih di bawah umur.

Bagi laki-laki yang dapat menebus wanita yang diculik oleh sindikat perdagangan manusia, ia dapat menikahi gadis tersebut yang membuatnya bisa hidup lebih “terhormat”. Namun, tebusan yang dikeluarkan tidaklah kecil, sekitar 70.000 ringgit.

Di lain sisi, beberapa keluarga memilih untuk menikahkan anggota keluarga perempuanya meski di bawah umur. Alasannya, dengan jalan pernikahan, beban keluarga akan berkurang.

Berikut adalah penelusuran dan kisah seorang gadis yang menjadi korban pernikahan di bawah umur seperti dilansir Reuters (15/2).

Sang Gadis, tidak disebutkan namanya karena di bawah umur, seperti ratusan gadis Rohingya lainnya, melarikan diri dari penganiayaan, kekerasan, dan penindasan di Rakhine hanya untuk dijual ke dalam pernikahan dengan laki-laki Rohingya di negara tetangga Malaysia, seperti dikatakan LSM kemanusiaan dan warga.

Sang gadis terpisah dari keluarganya saat melarikan diri ke Malaysia. Ia mengatakan diculik para sindikat perdagangan manusia dan ditahan selama berminggu-mingu bersama puluhan lainnya di kamp hutan yang kotor dan brutal dekat perbatasan Thailand-Malaysia.

Penculiknya mengatakan, seorang pria Rohingya bersedia memberikan kebebasan jika ia setuju untuk menikah dengannya.

“Agen (perdagangan manusia) mengatakan, saya telah dijual kepada seorang pria dan saya bertanya, ‘bagaimana bisa mereka melakukan itu?’ … Hati saya terasa berat dan saya takut,” kata gadis itu dalam sebuah wawancara di Kuala Lumpur.

Reuters tidak bisa secara independen memverifikasi aspek-aspek tertentu dari ceritanya, namun ibunya mengonfirmasi bahwa ia ditahan di kamp selama berminggu-minggu sebelum dibebaskan.

Nasib gadis itu adalah salah satu ilustrasi dari kesulitan yang dihadapi oleh banyak Muslim Rohingya, kelompok minoritas di Myanmar yang dianggap pemerintah Myanmar sebagai migran ilegal dari Bangladesh. Hak-hak mereka kemudian dibatasi.

Kritik Malaysia

Sudah umum bagi wanita Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar untuk menikah dengan laki-laki Rohingya di negara tujuan mereka. Biasanya pernikahan terjadi melalui perjodohan antara keluarga, kata LSM HAM. Beberapa dari perjodohan melibatkan anak di bawah umur

Namun, angka korban perdagangan manusia yang menjual perempuan dan anak perempuan kepada laki-laki Rohingya sebagai pengantin naik signifikan.

Matthew Smith, direktur eksekutif migran dan perlindungan kelompok pengungsi yang berbasis di Asia Tenggara Fortify Right mengatakan, lembaganya melihat kenaikan yang “signifikan” jumlah pengantin di bawah umur yang berbanding lurus dengan peningkatan kekerasan di Rakhine.

Tidak ada statistik resmi tentang berapa banyak gadis yang megalami korban perdagangan ke dalam pernikahan. Pada 2015, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan dalam sebuah laporan, telah mengidentifikasi 120 pengantin Rohingya di bawah umur di Malaysia. Namun, tidak jelas berapa banyak yang menjadi korban perdagangan manusia.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak telah berbicara dengan nada keras dalam beberapa bulan terakhir terhadap atas penanganan kekerasan di Rakhine dan penderitaan Rohingya oleh mayoritas Budha Myanmar.

Namun, LSM HAM mengatakan, Malaysia, yang belum menandatangani konvensi pengungsi PBB, telah terlibat dalam penyalahgunaan pencari suaka Rohingya. Sebab, mereka diperlakukan sebagai migran ilegal yang tidak memiliki akses resmi untuk pekerjaan, kesehatan, atau pendidikan. Mereka hidup dalam kemiskinan dan bekerja secara ilegal di restoran atau sebagai pekerja konstruksi.

Walaupun demikian, Pemerintah Malaysia meluncurkan sebuah proyek pada bulan ini yang memungkinkan 300 orang Rohingya untuk dipekerjakan. Langkah ini disambut baik oleh kelompok-kelompok HAM.

Pernikahan di Bawah Umur Diizinkan

Pernikahan di bawah umur juga ditoleransi di Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim. Di bawah hukum Islam, gadis-gadis Muslim di bawah 16 tahun bisa menikah dengan izin dari pengadilan Syariah.

Walaupun demikian, dalam kasus pernikahan etnis Rohingya di Malaysia, tidak ada keterlibatan pengadilan. Imam Rohingya yang menikahkan mereka, sementara surat nikah yang dicetak tidak ada indikasi itu dokumen hukum di bawah hukum Malaysia.

Sang gadis tersebut setelah menikah kemudian dibawa ke Kuantan, di pantai timur Malaysia. Ia mengetahui dengan cepat bahwa suami barunya itu mengekang dan kasar.

Sang suami menyita ponsel dan tidak mengizinkan keluarganya mengunjunginya. Ia ditinggalkan sendirian beberapa hari di rumah.

Delapan bulan setelah pernikahan, ia bisa bertemu kembali dengan orang tua dan empat adiknya. Sang gadis diselamatkan oleh ayahnya yang telah melakukan perjalanan ke Kuantan untuk menemukannya.

Suami sang gadis tidak bisa dimintai tanggapan untuk kisah ini. Gadis itu kini tinggal bersama keluarganya di sebuah kamar gubuk di sebuah desa kecil di pinggiran Kuala Lumpur.

Untuk sementara, ia merasa lebih aman sekarang. Namun dirinya takut jika harus kembali ke suaminya yang telah menolak untuk memberikan dia cerai.

Sharifah Shakirah, seorang pengungsi sekaligus dan pendiri Jaringan Pengembangan Perempuan Rohingya mengatakan, etnis Rohingya tidak memiliki status hukum di Malaysia dan pernikahan mereka tidak diakui. Hal ini dapat mempersulit penegak hukum untuk campur tangan dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, bahkan ketika mereka melibatkan anak-anak.

“Untuk meminta bantuan dari pengacara dan polisi tidak mudah karena mereka (Rohingya) tidak memiliki status hukum. Bahkan, ketika kasus pengantin di bahwah umur dilaporkan, polisi tidak mengambil tindakan,” kata Sharifah yang menyediakan bantuan dan konseling untuk wanita Rohingya.

Kehidupan Bermartabat

Menurut statistik PBB, sekitar 56.000 Rohingya  tinggal di Malaysia meskipun kelompok migran mengatakan bahwa jumlah ini jauh lebih tinggi karena banyak yang tidak tercatat. Para pengungsi ini tersebar terutama di pinggiran kota miskin di sekitar ibukota Kuala Lumpur.

Untuk laki-laki muda di komunitas ini, menemukan pasangan dan memiliki keluarga adalah cara untuk mengangkat status sosial mereka dan memiliki kehidupan normal. Hal ini seperti diungkapkan pria Rohingya yang diwawancarai Reuters.

Kurangnya perempuan yang memenuhi syarat di komunitas Rohingya di Malaysia telah menciptakan permintaan yang tinggi untuk pengantin.

Sementara itu, beberapa keluarga melihat pernikahan sebagai cara untuk mengurangi beban keuangan mereka, kata Belal Hossain Shamia (32), orang Rohingya yang memiliki tiga anak di Kuala Lumpur dan adiknya  adalah pengantin di bawah umur.

Seorang mantan agen perdagangan manusia, seorang pria Rohingya yang menyebut dirinya Ali (samaran), mengatakan kepada Reuters bahwa ada permintaan untuk pengantin Rohingya.

Sindikat perdagangan manuisa ini bisa mendapatkan hingga 7.000 ringgit (£ 1.249) untuk pembebasan setiap gadis untuk keluarga atau penjualan kepada seorang pria.

Ali yang pernah menjaga kamp perdagangan manusia di hutan dekat perbatasan Thailand-Malaysia. Ia mengatakan, perempuan dan anak perempuan yang bepergian sendiri (kemudian diculik) atau yang keluarganya tidak mampu membayar biaya pembebasan akan dijual.

“Ada beberapa gadis di sana yang berumur sekitar 15 atau 16 tahun. Mereka tidak punya pilihan …” katanya.

Yasmin Zokir Ahmad (18) ingat bagaimana suaminya, seorang Rohingya yang bekerja sebagai pemotong rumput di Kuala Lumpur, membayar agen perdagangan manusia sebesar 3.500 ringgit untuk menikahinya dua tahun lalu.

Ini terjadi setelah perjalanan sembilan bulan perjalanan yang mengerikan menuju Malaysia, termasuk pelayaran laut dan tertahan di kamp di hutan Thailand di mana sulit mendapatkan makanan atau air.

“Saya tidak punya pilihan. Saya harus menikah dengannya karena saya membutuhkan dukungan dan perlindungan, dan saya ingin menjalani kehidupan yang bermartabat,” kata Yasmin. Suaminya menolak berkomentar. | Sumber: Reuters

Reporter: Moedja Adzim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *