Putusan MA Sarat Kejanggalan

by
Alfian Tanjung. Foto: Istimewa

Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Alfian Tanjung mendasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya memiliki banyak kejanggalan.

Wartapilihan.com, Jakarta– Mahkamah Agung menolak kasasi Terdakwa Alfian Tanjung dengan menggunakan pertimbangan putusan PN Surabaya. Ketua Tim Advokat Alfian Tanjung Abdullah Al Katiri mengatakan putusan MA banyak kejanggalan karena putusan Banding Pengadilan Tinggi juga memperkuat Putusan PN Surabaya.

Kejanggalan tersebut diantaranya barang bukti rusak. Bukti yang digunakan adalah flashdisk. Sebagai satu-satunya yang digunakan oleh pelapor. Pelapor tidak hadir sendiri dan dia bukan etnis Tionghoa, tapi etnis Jawa.

“Dia bukan pihak berkepentingan, dia hanya mendownload dari YouTube dan menyimpannya di flashdisk dan fkashdisk tersebut digunakan untuk melapor,” ujar Al Katiri kepada Warta Pilihan di Jakarta, Sabtu (9/6).

Pada saat diputar di persidangan pertama, pada 5-6 menit stuck berhenti. Menurut ahli digital forensik, flashdisk tersebut memang rusak dari awal. Oleh karena itu barang bukti tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU ITE.

“Dalam Pasal tersebut barang bukti dapat digunakan sebagai alat bukti yg sah jika barang bukti yang digunakan harus dapat diakses secara utuh dalam persidangan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menerangkan suatu hal,” papar dia.

Selain itu, kata Al Katiri, dakwaan Jaksa tidak menggunakan UU ITE tapi menggunakan Pasal 16 jo Pasal 4 huruf b butir 2 UU Nomor 40 tahun 2008 mengenai diskriminasi ras dan etnis.

“Harusnya putusan hakim menggunakan UU ITE karena barang buktinya menggunakan menggunakan perangkat elektronik yaitu sebuah flashdisk,” cetusnya.

Dikatakan Al Katiri, pada saat status tersangka barang bukti belum diuji di laboratorium berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 Pasal 1 poin 7 jelas jelas menyatakan barang bukti yang sah adalah yang sudah diuji laboratorium.

“Dan faktanya, barang bukti tersebut tidak dapat diuji di laboratorium forensik karena rusak,” jelasnya.

Kejanggalan lain, tambah Al Katiri, banyak saksi dan ahli yang diperiksa setelah status tersangka. Menurut dia, penetapan saksi dan ahli sebagai tersangka setelah 2 alat bukti baru tersangka.

“Ahli hukum dan IT diperiksa setelah status tersangka. Tersangkanya itu 31 Mei, saksi diperiksa Juni-Juli, bahkan Agustus,” katanya.

Ia menandaskan, tidak ada korban Pasal 4 huruf b butir. UU Nomor 40 Tahun 2008 adalah delik materil. Padahal, Alfian berceramah di tempat khusus yaitu masjid tempat ibadah orang Islam.

“Sedangkan salah satu unsur di Pasal 4 huruf b butir 2 UU no 40 tahun 2008 adalah tempat umum. Dalam penjelasan Pasal 4 UU no 40 Tahun 2008 dengan jelas menjelaskan apa yang dimaksud dengan tempat Umum itu dan dalam penjelasan tersebut, tidak termasuk masjid,” tegasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *