Perlindungan Anak Belum Maksimal

by
foto:istimewa

Pada keadaan darurat bencana yang paling menderita adalah anak-anak, mereka belum bisa menyelamatkan diri sendiri, sehingga peluang menjadi korban lebih besar.

Wartapilihan.com, Jakarta – Indonesia merupakan negara tergolong rawan bencana. Dalam 15 tahun terakhir, jumlah kejadian bencana meningkat hampir 20 kali lipat. Selama tahun 2017 bencana di Indonesia terjadi sebanyak 2.372 kali dengan dampak bencana sebanyak 377 jiwa meninggal dunia/hilang dan 3,49 juta jiwa terdampak/mengungsi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Workshop dan Knowledge Sharing “Perlindungan Anak Dalam Keadaan Darurat Bencana” di Jakarta.

Kegiatan ini bertujuan agar Kementerian PPPA dapat menjalin kerjasama dengan BNPB terkait perlindungan anak pada tahap mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah bencana.

Selama ini, Kementerian PPPA telah melakukan beberapa hal terkait perlindungan anak pada situasi bencana, diantaranya menyusun Pedoman Kesiapan Keluarga menghadapi Bencana, melakukan sosialisasi penanganan anak korban bencana bagi relawan sosial di 4 provinsi, dan melakukan pelatihan penanganan anak korban bencana bagi pemuda relawan sosial di 5 provinsi.

“Anak-anak belum bisa menyelamatkan diri sendiri, sehingga peluang mereka menjadi korban pada saat bencana lebih besar. Mereka juga bisa mengalami trauma fisik dan psikis. Selain itu, keterbatasan pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pangan, mengakibatkan mereka mengalami kekurangan gizi. Terbatasnya pelayanan kesehatan, sanitasi, dan air bersih di tempat penampungan (pengungsian) mengakibatkan mereka mudah terserang berbagai macam penyakit,” terangnya.

“Akses terhadap pendidikan, perolehan informasi dan hiburan dari media massa juga terbatas. Demikian pula anak-anak beresiko terhadap tindak kekerasan seperti menjadi sasaran perdagangan anak dan pengiriman keluar daerah bencana,” imbuh dia.

Sebagai contoh, berdasarkan data dari Dinas PPPA Kab. Karo, Prov. Sumatera Utara, hingga saat ini masih ada 970 balita dan anak-anak yang masih berada di pengungsian akibat bencana alam erupsi Gunung Sinabung.

“Perlu kita sadari bersama bahwa penanganan perlindungan anak dalam situasi bencana selama ini belum maksimal. Marilah kita kerjasama membangun kesadaran mengenai pentingnya melakukan perlindungan anak dalam situasi bencana. Prioritas yang dilakukan adalah melakukan pencegahan agar tidak terjadi kekerasan terhadap anak dan memastikan setiap hak-haknya terpenuhi. Sehingga, anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala BNPB Willem Rampangilei mengatakan, menurut data BNPB jumlah pengungsi akibat bencana yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir (Januari 2015 s.d. Juni 2018) mencapai 176.480 KK atau 730.657 jiwa, dimana terdapat kelompok bayi sejumlah 5.077 jiwa, balita : 13.167 jiwa dan kebutuhan khusus : 156 jiwa.

“Sehubungan dengan hal tersebut, kita perlu melakukan terobosan baru dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat korban bencana, termasuk perhatian kita kepada anak-anak korban bencana,” katanya.

Pertemuan ini diharapkan dapat mensinergikan kapasitas sumber daya untuk membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, seiring dengan peningkatan frekuensi, intensitas, dan dampak bencana yang permasalahannya semakin kompleks.

“Selain itu, adanya komitmen kerjasama dan rencana tindak lanjut dari kementerian/lembaga dalam Perlindungan Anak pada Saat Keadaan Darurat Bencana untuk mewujudkan sinergitas Kementerian/Lembaga dalam penanganan anak korban bencana,“ ujar dia.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *